Selasa, 22 Januari 2019

Dia (?)

Dihadapkan dengan sebuah kenyataan yang menurutku ini sangat tidak mungkin. Walau memang "Mungkin" karena kehendak Tuhan tidak ada yang mustahil untuk diwujudkan.
Tetapi, apakah waktu ini dirasa sudah saatnya? Namun diri ini belum siap berhadapan dengan sebuah jalan yang Allah ridhoi.

Semua kisah tentangnya sangat memotivasi, semua perangainya adalah panutan. Tetapi apakah pantas? Orang bodoh sepertiku bersanding dengannya dengan segala kesholihannya. Yang selalu tawadhu', rendah hati, dan memiliki derajat diatas manusia-manusia bodoh seperti diriku ini.

Rindu~

Aku rindu padamu yang jauh disana.
Seakan terlalu sering bahkan selalu aku berharap untuk bertemu denganmu.
Tapi takdir Tuhan, belum mempertemukan.
Kamu jauh disana, dan entah apakah kamu juga merasa hal yang sama denganku?

Kuharap, Iya.

Sedikit kisahku saat bertemu denganmu, bila diingat kembali sangatlah klise. Aku memang bukan wanita yang selalu kamu terka. Aku bisa saja berbeda dengan apa yang kamu pikirkan. Sama seperti ku, aku juga sering menerka dirimu, tapi aku ingat bahwa apa yang kita pikirkan bisa sama atau bahkan tidak dengan kenyataannya.

Yaa begitulah.
Mencoba menjadi sosok yang kamu inginkan itu sulit, bahkan aku tidak sanggup. Tapi bila untuk memperbaiki diri menjadi lebih baik, dengan kesungguhan niatku pun pasti akan berubah.

Kamu terlalu egois. Atau aku yang terlalu egois?

Anggaplah bila kita sama.
Sama-sama mencintai dalam diam.
Diam-diam memanjatkan do'a agar kelak kamu bersama ku.

~Haaah... Sadarlah! Aku hanya serpihan bedak tabur yang bila ditiup akan terbang kesana kemari dan menghilang~

Secercah Rasa (Part. 1)

Sementara waktu terus berputar, hingga pada akhirnya aku bertanya pada diriku. Mengapa?! Mengapa aku tuli bila direndahkan? Mengapa aku bisu bila dihadapkan dengan orang yang tepat untukku adukan? Mengapa aku buta saat aku melihat hal yang tidak seharusnya dilakukan? Mengapa?! Mengapa?! MENGAPA?!

Setiap detik aku bergelut dengan pikiran tentang semua hal. Dari hal kecil maupun hal besar, semua aku perhitungkan.
Diamku selama ini bukan karena tidak peduli. Tapi diamku ini menjaga kamu, yang memiliki ikatan hubungan denganku. Namun, semakin hari semua yang ku lakukan sepetinya sia-sia.
Aku tau akan ada setitik hikmah dari sebuah permasalahan. Namun, aku sudah tidak tahan.
Kesalku selalu mengerubungiku layaknya bangkai yang dirubungi lalat.